Home » » Yohanes Kalvin

Yohanes Kalvin

Written By Parel T. J. on 21 June 2009 | 19:25

Mengubah sebuah kesalahan memang bukan perkara mudah, apalagi kesalahan itu berhubungan dengan doktrin gereja yang merupakan wadah umat nasrani menggantungkan seluruh kehendak relegiusnya. Dalam keutuhan gereja, fungsi doktrin selalu menjadi sebuah gambaran dan citra diri yang harus dijaga sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Allah. Namun bila pedoman yang Allah tetapkan didekati dengan cara tafsir yang salah, maka nilai hidup akan mengalami distorsi dan tidak gampang mengadakan perubahan.
Tragedi semacam ini sempat melanda gereja di abad ke-16 akibat pendekatan interpretasi yang saling kontradiktif. Pertentangan antara Yohanes Kalvin dengan kepausan gereja pada waktu itu menyangkut berbagai doktrin, diantaranya predestinasi, perjamuan kudus, sistem pemerintahan, dan beberapa doktrin penting lainnya. Hasil dari pertentangan ini tak lagi dapat membendung lahirnya perpecahan yang merongrong citra diri gereja sebagai tubuh Kristus. Tampaknya tembok pemisah ini akan segera melahirkan berbagai organisasi baru yang diatur secara terpisah namun tetap mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan.
Ribuan tahun telah berlalu, tak sedikit denominasi gereja yang pada bermunculan dan sangat mengagumi ajaran Yohanes Kalvin. Ia telah memberi pengaruh besar bagi dalam gereja dan sistem pemerintahan yang hampir merambah ke seluruh benua di dunia. Ketegaran dan semangat juangnya telah membuat kehidupan sang reformator ini tetap berjaya dalam hati ribuan umat manusia. Sesungguhnya ia adalah insan yang hidup dalam goresan tangan setiap pemimpin dunia. Teologi dan philisofi hidupnya turut mendapat andil dalam membangun pola dasar dalam berbagai sisi kehidupan.
Bila ditelusuri, karya besar ini telah tersingkap dalam kehidupan Yohanes Kalvin sejak masa kecilnya. Karisma yang dikaruniai kepadanya semakin dipertajam walaupun ia hanya seorang anak desa yang tinggal di sebelah utara kota Paris, Prancis. Niatnya untuk belajar telah membuat anak dari pasangan Gerard Cauvin dan Jeanne Lefranc ini semakin lihai dan terampil di usianya yang ke-12 tahun. Apalagi ditunjang dengan pendidikan elementer yang ditempuhnya dalam istana bangsawan Noyon, Manor karena ayahnya memiliki hubungan erat dengan keluarga bangsawan. Tak heran, anak kelahiran 10 Juli 1509 ini selalu memperlihatkan nilai-nilai kebangsawanan yang mempengaruhi strata sosialnya. Status quo semacam ini selalu membuatnya berada pada posisi terpandang sehingga ia dengan mudah mendapat pekerjaan dan memiliki pengasilan di usia yang masih terhitung remaja. Bahkan dengan penghasilan itu Kalvin mampu membiaya kuliahnya di Collage de la Marche Paris. Di sekolah ini ia belajar retorika dan bahasa Latin dari seorang ahli bernama Marthurin Cordier. Kemudian ia pindah ke Collage de Montague untuk belajar filsafat dan teologi bersama dengan temannya, Ignatius dari Loyola, yang kini menjadi musuh besar dalam gerakan Reformasi. Keputusan untuk belajar teologi menimbulkan prasangka di hati ayahnya yang semula tidak menginginkan Kalvin menjadi seorang imam. Alasan ini membuat ayahnya terpaksa memindahkan Kalvin ke Universitas Orleans untuk belajar ilmu hukum. Di universitas tersebut ia juga belajar bahasa Yunani dan Ibrani. Sehingga bukan hanya ilmu hukum yang dipelajarinya, tetapi ia juga semakin mengetahui filsafat Yunani dan Yahudi yang memberi peluang baginya untuk masuk ke dalam dunia teologi Alkitab sebagai sumber literatur dari kedua bahasa itu. Rupanya cara seperti ini telah dirancang oleh Sang Khalik untuk mempersiapkan Kalvin menjadi seorang Reformator gereja, sekaligus berperan dalam sistem tata negara sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Sehingga tak heran bila Kalvin menjadi seorang sangat fanatik dalam pembaharuan dan penataan gereja reformasi yang dipimpinnya karena ia menekankan ketertiban dan keteraturan gereja menurut perspektif ilmu hukum. Bahkan dalam beberapa ajaran yang ditulisnya, banyak dibicarakan tentang doktrin gereja yang diungkap secara logis untuk menentang penyesatan yang melanda gereja pada masa itu. Selain buku Religionis Christianae Institutio yang terkenal sebagai buku dokmatika dalam gereja-gereja Calvinis, ia juga menulis salah satu buku teologi yang berjudul Psychopanychia. Buku ini ditulis untuk menentang ajaran Anababtis yang mengajarkan bahwa sesungguhnya jiwa manusia itu tidur hingga Kristus datang kembali.
Selain melahirkan banyak karya di bidang literatur, Kalvin juga aktif melakukan demonstrasi dalam berbagai forum dan pertemuan akbar untuk menyuarakan gagasan reformasinya. Ia banyak memberi protes terhadap sistem pemerintahan paus dalam gereja maupun negara. Sehingga istilah gelar ”Kristen Protestan” yang sempat menjadi lebel para pengikut Marthin Luther, kini semakin menguak akibat dipicu oleh aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pengikut Kalvin. Hasilnya terbentuk sebuah organisasi yang disebut Gereja Protestan dan dikenal hingga sekarang. Dalam perkembangannya, gereja ini nampak kembali melebur dan membentuk berbagai denominasi baru meskipun tetap mewarisi ajaran Yohanes Kalvin. Peleburan ini erat hubungannya dengan perubahan tata ibadah dan asesoris gereja yang banyak disesuaikan dengan budaya lokal.
Pengaruh reformasi yang dilakukan Kalvin telah meluas ke seluruh belahan dunia. Meskipun ia menghadapi banyak penganiyaan, ia tetap merindukan sebuah negara teokrasi. Buktinya dalam perjalanan pulang ke Basel pada Tahun 1536 dan ia menginap di Jenewa. Pada malam itu juga ia diminta oleh seorang rekannya, William Farel untuk menata kota Jenewa menjadi kota reformasi. Tetapi permintaan Farel ditolak oleh Kalvin karena ia beralasan hanya ingin menulis karya-karya teologi yang dirasanya penting bagi kehidupan gereja selanjutnya. Namun Farel berkata kepadanya, ”Demi nama Allah yang Mahakuasa aku berkata kepadamu: Jika engkau tidak mau menyerahkan dirimu kepada pekerjaan Tuhan, Allah akan mengutuki engkau karena engkau lebih mencari kehormatan dirimu sendiri dari pada kemuliaan Kristus.” Perkataan ini rupannya mengingatkan Kalvin akan panggilan Allah bagi dirinya. Sungguh ia menyadari bahwa Allah telah memanggilnya untuk melakukan suatu pekerjaan besar yang akan mempengaruhi tata gereja dan sistem pemerintahan dunia selanjutnya.
Selang dua bulan kemudian, Dewan kota Jenewa memutuskan untuk menganut paham Reformasi yang dicetuskan oleh Kalvin. Ini merupakan tanda dimulainya penataan sistem pemerintahan kota dan doktrin gereja sesuai dengan cita-cita kedua reformator ini. Pengaturan dimulai dari doktrin dan pelaksanaan perjamuan kudus yang harus dijalankan sebulan sekali. Kemudian dibuat sebuah syariat yang menyatakan bahwa setiap penduduk Jenewa diwajibkan untuk menandatangani sehelai surat pengakuan tentang iman dan keyakinannya. Ketika keputusan ini didengar, langsung saja sejumlah warga kota mengadakan demontrasi dan mengungkap ketidaksetujuan mereka. Dewan Kota dikecam dan dipaksa untuk menolak pengakuan itu dan menyingkirkan kedua tokoh yang bermaksud untuk mereformasi kota Jenewa.
Walaupun perjuangan kedua teolog ini berujung gagal, bagai pucuk dicinta ulam tiba, Kalvin langsung dipanggil oleh Jemaat Strasburg untuk menjadi pendeta disana. Ia diminta untuk menerapkan program reformasi Jenewa yang sempat gagal itu. Mulanya ia membenahi dan menetapkan keteraturan gereja dengan maksud agar tercipta keselarasan antar gereja dan peraturan hukum negara. Sedangkan doktrin teologi Alkitab sebagian besar ia ajarkan melalui nyanyian mazmur yang diciptakannya bersama dengan beberapa ahli musik, Clement Marot, Louis Bourgois, dan Maitre Pierre. Dalam kesibukan yang cukup padat, Teolog Reformasi abad ke-16 ini sempat menjalin asmara dengan seorang janda keturunan bangsawan, Idelette de Bure. Hubungan cinta mereka hanya berlangsung selama sembilan bulan karena Idelette de Bure meninggal dikala Kalvin sedang asik menikmati bulan madu bersamanya. Kepergian isteri tercinta, tidak membuat Kalvin larut dalam kesedihan, ia sangat antusias untuk mewujudkan cita-cita reformasinya. Banyak perkembangan terjadi dan pengaruh teologi Kalvin semakin meluas. Melihat perubahan ini, tahun 1541 ia mendapat panggilan dari Jemaat Jenewa yang dulu pernah mengusirnya. Rupanya jemaat ini menilai tata gereja lain semakin maju karena terbuka terhadap reformasi Kalvin. Setelah tiba di Jemaat Jenewa, Kalvin menyusun sebuah tata gereja baru yang disebut Ordonnances Ecclesiastiques (Undang-Undang Gerejawi). Undang-undang ini mengungkap beberapa jabatan penting dalam gereja, diantaranya: gembala, pengajar, penetua, dan diaken. Dalam struktur organisasi, gembala dan pengajar merupakan kelompok gembala sesuai dengan ungkapan yang tersirat dalam Perjanjian Baru. Sedangkan Penatua bertanggung jawab untuk disiplin gereja.
Selain itu, ia juga mengajarkan pembenaran hanya oleh Iman seperti yang diajarkan oleh Marthin Luther. Ini bukan berarti keselamatan dijalankan tanpa hidup suci seperti yang terjadi di masa Reformasi Kalvin. Teolog Injili ini sangat menekankan kesucian sebagai ucapan syukur karena telah diselamatkan oleh Allah. Itulah sebabnya Kalvin menegaskan bahwa disiplin gereja harus diawasi dengan ketat dan berlaku bagi siapa saja. Dalam pengawasan itu pula, Kalvin meminta andil pemerintah kota untuk membuat syariat demi menggapai negara teokrasi (negara yang menghormati Allah). Dengan pengaturan itu, hubungan politik antar pemerintah dan gereja semakin erat. Gereja sangat mendukung program pemerintah dalam membangun kota Jenewa. Tak lepas pula, ide-ide Sang Reformator itu terus mengalir dan memberi pengaruh bagi negara Jenewa. Untuk meneruskan keteraturan semacam ini, Kalvin mendirikan sebuah Akademi Gimnaium dan Teologi untuk mempersiapkan sebanyak mungkin generasi calvinis yang akan menjadi pemimpin gereja calvinis. Lalu ia mengangkat Theodorus Beza menjadi direktur akedemi tersebut, sekaligus calon yang akan menggantikan posisinya. Dalam perkembangannya, tak sedikit teolog dan lulusan dengan predikat jempolan ditamatkan dari Akademi ini. John Knox, Caspar Olevianus, pengarang Katekismus Heidelberg merupakan teolog besar yang pernah belajar di bawah asuhan Yohanes Kalvin.
Selama hidupnya, banyak karya yang dilakukan oleh Yohanes Kalvin. Pola pikir dan sistem yang dicetuskannya teradopsi dalam berbagai model kepemimpinan di dunia. Namun tak sedikit pukulan keras yang menghujam perasaan Kalvin dan mamaksanya untuk berhenti. Tekanan ini turut memperparah penyakit TBC yang diidapnya. Di masa yang cukup kritis, ia banyak menyampaikan pesan kepada Jemaat Jenewa dan Theodorus, rekan sepelayanan. Hingga tanggal 27 Mei 1564 ia meninggal dunia, namun semua karyanya tetap hidup dalam diri rubuan orang. (Parel)

Sumber
F. D. Wallen, Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
http://www.allsaintsjakarta.org
Share this article :
 
Support : Creating Website | Parel's Blog | Parel T. J.
Copyright © 2011. Parel's Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Parel T. J.