Sebuah Analisis Tentang Kewibawaan Sebagai Pengaruh
Sumber Kewibawaan
Banyak pengertian yang berdesir seputar wibawa. Ada yang menganggapnya sebagai kuasa untuk merekayasa atau mencipta berbagai situasi menurut tujuan yang diinginkan. Namun ada juga yang menyamakan wibawa sebagai sebuah karisma khusus untuk menghipnotis orang lain melakukan sesuatu tanpa diawali dengan perintah. Itulah sebabnya orang cendrung memberi pengertian bahwa wibawa merupakan sebuah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan daya tarik. Jadi indikasinya bahwa kewibawaan digolongkan sebagai sebuah seni yang mampu membuat orang lain terkesima dan bersedia melakukan sesuatu baik secara sukarela maupun terpaksa.
Berbagai perspektif ini mengandung implikasi bahwa kewibawaan merupakan faktor personalitas yang sangat penting dalam membangun hubungan serta interaksi sosial. Misalnya, bila seseorang menganggap dirinya memiliki wibawa maka ia akan merasa hak pribadi, privasi diri, martabat, dan kedudukannya dihargai. Ia pasti berprasangka bahwa kehidupan sosialnya berada dalam status quo yang sederajat dengan ukuran bangsawan. Sehingga dengan menjaga wibawa, seseorang akan merasa terhormat dan memiliki nilai diri yang tinggi.
Keadaan seperti ini terkadang membuat seseorang berani membayar mahal demi menjaga keutuhan wibawanya. Ada yang rela menyumbangkan banyak harta hanya untuk menjadikan dirinya sebagai pribadi yang berwibawa dan pantas dihormati. Alasanya karena ia mengganggap bahwa melalui harta tak ada pertentangan apapun yang timbul untuk menggilas perkataan dan sikap yang dilakukannya. Namun wibawa semacam ini akan tetap terpelihara bila eksistensi harta masih memihak, tetapi akan sirna dikala harta mulai terkikis dan kedudukan sosial tak berpengaruh lagi. Selain itu, ada juga yang rela menjaga wibawa dengan membangun kekuatan melalui penguasaan terhadap seluruh elemen penting yang dianggap berpotensi dalam menggalang kehidupan sosial.
Jadi sesungguhnya ada banyak faktor yang digunakan untuk membangun kewibawaan. Mulai dari faktor sosial, ekonomi, intelektual, psikologi, dan faktor lainnya dapat membuat seorang tampil berwibawa. Misalnya karena kepandaian membangun hubungan sosial dapat membuat seorang menjadi sosok yang berwibawa dan ditandai dengan sikap penghormatan terhadap dirinya. Atau karena kemampuan intelektual, nasihat seorang selalu didengar dan membuat dirinya berwibawa di hadapan masyarakat. Masih banyak faktor yang dapat dijadikan contoh untuk menandai kewibawaan seseorang. Namun kesemua faktor tersebut telah dirangkum dalam tiga kategori kemampuan, yaitu Intelligence Qoutient (IQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Emosional Qoutient (EQ).
Ketiga kemampuan ini memproduksi berbagai faktor yang mencipta keahlian khusus dalam diri seseorang yang membuatnya berada pada kedudukan terhormat. Menurut beberapa ahli bahwa ketiga kemampuan ini dikaitkan dengan kewibawaan karena pada dasarnya wibawa merupakan sebuah prilaku yang mempengaruhi orang lain melalui daya tarik terhadap kemampuan/kecerdasan yang dimiliki seseorang. Dengan kata lain, bukti nyata eksisnya faktor-faktor ini dalam diri seseorang ditandai dengan munculnya kesan dan rasa ketertarikan dari orang lain karena mereka sedang dipengaruhi. Jadi kewibawaan sesungguhnya dimobilisasi oleh IQ, SQ, dan EQ yang terdapat dalam diri seseorang, yang kemudian menghasilkan beberapa faktor kewibawaan (Intelligence Output) seperti yang dicontohkan di atas. Maka dengan melihat faktor kewibawaan yang keluar dari dalam diri seseorang, kita bisa mengenal kecerdasan yang dominan dalam dirinya. Mengapa demikian? Alasannya ketiga kecerdasan ini memiliki perkembangan yang berbeda menurut faktor pembentuknya dan jarang berada pada level yang sama. Bila seseorang mengkonsumsi pendidikan yang banyak berhubungan dengan IQ, maka kecerdasan ini akan lebih dominan dari pada pertumbuhan SQ maupun QE. Namun dalam banyak teori telah dipaparkan bahwa kecerdasan manusia akan maksimal bila pengembangan ketiga kecakapan ini bertumbuh bersama-sama. Namun bisakah hal itu terjadi? Baca terus pembahasan ini, anda akan semakin dilengkapi.
Pengembangan Kecerdasan
Mengapa kemelut dalam dunia kepemimpinan terjadi hanya karena degradasi kewibawaan? Jawaban yang paling banyak dikemukakan menurut penguraian beberapa ahli pendidikan adalah karena ketiga kecakapan dalam diri manusia tidak dibentuk/dikembangkan secara bersama-sama. Pembentukannya hanya terfokus pada suatu kecerdasan saja sehingga tidak membangun kewibawaan diri seseorang secara utuh. Misalnya, fakta membuktikan bahwa sering terdapat beberapa pemimpin yang tampil dengan kemampuan intelektual yang membuatnya sulit dipermainkan. Ia tidak dapat diremehkan karena kecakapan intelektualnya yang luar biasa. Sepertinya ia cukup berwibawa karena kepintaran itu. Namun pada sisi kecakapan rohani mereka gagal menampilkan kehidupan moral yang baik sehingga keunggulan dari segi intelektual justru mengalami degradasi akibat kurang memperhatikan pengembangan SQ dan EQ.
Sesungguhnya inilah yang menyebabkan Ir. H. Soekarno berkata bahwa pada masa lalu sulit untuk menemukan orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, namun mereka tekun memelihara kehidupan moral yang baik sehingga jarang ditemukan kasus korupsi yang menghancurkan kewibawaan mereka. Tetapi pada masa kini banyak terdapat orang-orang hebat karena mengkonsumsi ilmu pengetahuan yang lebih dominan membangun IQ, tetapi kewibawaan mereka dirundung dengan masalah hanya karena tidak mampu mengendalikan keinginan diri dan kehidupan moral mereka.
Melihat fakta ini, maka dunia pendidikan mulai membuat sistem pembelajaran dengan pengembangan kurikulum yang mampu membangun ketiga kecakapan ini sehingga tercipta manusia dengan kepribadian yang utuh. Siswa tidak hanya diberi pelajaran yang hanya merangsang pertumbuhan intelektual saja, tetapi juga diberi muatan rohani dan keterampilan praktis, seperti melakukan pekerjaan sosial yang berhubungan langsung dengan masyarakat, dan lain-lain. Semoga melalui sistem ini akan keluar generasi yang memiliki kompetensi baik secara intelektual, rohani, maupun emosional. Sehingga harkat dan martabat bangsa dihargai karena kewibawaan kita ditopang dengan kecerdasan yang utuh. Sekarang mungkinkah kita mencapai kewibawaan yang sempurna?
Kemungkinan Mencapai Kewibawaan
Dalam realita pengembangan tiga kecerdasan ini sering kali terdapat sebuah fluktuasi yang tidak seimbang. Selain disebabkan pembertukan yang tidak seimbang terhadap ketiganya, kemungkinan lain disebabkan karena ketidaksempurnaan yang sifatnya subjektif. Sehingga ini memberi dampak yang tidak maksimal dalam membangun kewibawaan yang utuh. Artinya masih terdapat keyakinan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan yang membuatnya tidak maksimal untuk mencapai kewibawaan yang utuh. Jadi apa yang harus dilakukan?
Di sinilah manusia harus menyadari bahwa dirinya memiliki batas kemampuan karena ia diciptakan sebagai makhluk yang terbatas. Sebagai ciptaan yang melebihi ciptaan lainnya, kita diberi kemampuan untuk mengembangkan diri, tetapi kita harus ingat bahwa tabiat kita telah dibatasi oleh Sang Pencipta. Meskipun terbatas, Allah tidak menciptakan semua manusia dengan kemampuan yang serupa. Ia memberikan beragam kemampuan sehingga nuansa kehidupan manusia dipenuhi dengan warna yang saling melengkapi sesamanya. Ia tidak dapat hidup sendiri tanpa ketergantungan pada sesamanya. Komunitas sosial menjadi sambungan nafas yang akan terputus seketika bila manusia berusaha mengingkari identitasnya sebagai makluk sosial.
Jadi bila kita menyadari bahwa dalam kehidupan ini, tak ada satupun insan yang dapat menampilkan diri dengan kewibawaan yang sempurna maka kenyataan ini sebenarnya mengingatkan kita untuk melengkapi diri dengan kelebihan orang lain. Bila kita tidak sempurna mengembangkan kecerdasan secara maksimal untuk menampilkan kewibawaan yang sempurna guna mempengaruhi orang lain, seharusnya kita tidak kekurangan akal untuk mengajak orang lain bekerja sama mengatasi dan melengkapi kekurangan kita. Inilah tujuan Allah menciptakan manusia. Lihat penguraian Rasul Paulus mengenai konsep Tubuh Kristus. Dalam penuturannya mengenai hal ini, ia memaparkan bahwa dalam Tubuh Kristus terdapat banyak anggota yang memiliki kempetensi yang beragam untuk saling melengkapi dan menyempurnakan anggota lainnya (I Korintus 12:26-31). Penyempurnaan itu bertujuan untuk menciptakan kekuatan yang sinergis guna mempengaruhi dan mengubah dunia ini dengan kewibawaan yang berasal dari Allah. Tetapi ini bukan berarti bahwa kita berhenti menggali potensi dan mengembangkan kecerdasan yang Ia telah tanamkan dalam diri kita. Bila pengertian kita telah mencapai tahap seperti ini maka kita pasti menyadari bahwa sebagai manusia, kita harus melengkapi diri untuk mengembangkan kemampuan kita dan bekerja sama dengan orang lain untuk melengkapi kekurangan kita sehingga kewibawaan yang kita tampilkan akan memberi pengaruh positif yang akan mengubah kehidupan orang lain. (Parel)