Home » » KRISIS EKONOMI NEGARA ADIKUASA

KRISIS EKONOMI NEGARA ADIKUASA

Written By Parel T. J. on 21 June 2009 | 19:17

Benarkah Dollar Akan Diganti Dengan Yuan?
Hampir setahun krisis ekonomi melanda dunia akibat berbagai foktor sehingga terjadi penurunan belanja dan menipisnya devisa negara. Namun bagi China yang sekarang dikenal sebagai negara terkuat, masalah itu tidak terlalu berpengaruh. Justru pemimpin negara ini mengusulkan agar mata uang negaranya digunakan sebagai alat tukar internasional. Presiden China, Hu Jintao menganggap mata uang Dollar AS tidak lagi mampu mengatasi krisis ekonomi ini. Menurutnya, Dollar AS harus diganti bila ingin menyehatkan pertumbuhan ekonomi dunia. Pernyataan itu turut didukung oleh Presiden Rusia.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa kondisi perekonomian Amerika Serikat yang semakin parah telah membuat penilaian baru terhadap Dollar AS. Mata uang ini dianggap kurang mampu bersaing secara global oleh beberapa negara akibat krisis yang melanda negara yang mengeluarkan mata uang ini. Mengapa penilaian terhadap Dollar AS justru menurun di era pemerintahan Presiden Barack Husein Obama? Bayangkan saja, negara super power yang selama ini menjadi penguasa ekonomi dunia bisa melakukan pengurangan tenaga kerja hingga mencapai 6,5 % di tahun 2008. Tak hanya itu saja, nilai saham raksasa seperti Moskat Wall Street enjlok dan perusahaan ternama, Lehman Brothers & Washington Matual mengumumkan kebankrutannya dalam beberapa media pers. Bahkan saham Perusahaan American International Group (AIG), sebagai salah perusahaan terbesar di AS mengalami penurunan mencapai 50%. Keadaan ini sempat membuat Menteri Keuangan AS, Timothy Geithner didesak untuk mengundurkan diri karena dianggap gagal menghalangi peluncuran bonus AIG. Ia juga diduga kuat membela CEO AIG, Edward Liddy yang menjadi sasaran kecaman prihal bonus fantastis itu. Namun pengunduran diri ini sempat dicegah oleh Presiden Obama dalam wawancaranya dengan CBS, walaupun ia sempat marah terhadap pemberian bonus yang justru semakin memperburuk keuangan AS itu. Rupanya resesi ekonomi ini telah menciptakan kompleksitas yang membuat Pemerintah AS sulit mengeluarkan kebijakan yang ditunggu-tunggu oleh dunia. Bisakah seorang Obama mengatasi krisis yang telah menggiring pertumbuhan ekonomi dunia di bawal nol persen menurut perhitungan Direktur Eksekutif IMF, Dominique Strauss-Kahn?
Memang Obama telah mengeluarkan beberapa kebijakan sehubungan dengan kesejahtraan masyarakat AS. Diantaranya, dalam keterangan tertulis Obama seperti yang dikutip oleh Associated Press (AP), beliau berjanji akan menciptakan 3 juta lapangan kerja baru dan memberi keringanan pajak bagi masyarakat AS karena penghasilan mereka tidak seimbang dengan kewajiban yang harus diberikan kepada pemerintah akibat meningkatnya jumlah PHK. Selain itu, pemerintah AS juga akan menggunakan dana Partai Demokrat sebanyak USD 819 Milyard untuk memulihkan perekonomian AS. Namun apakah kebijakan ini dapat menormalkan kembali pertumbuhan ekonomi dunia secara menyeluruh, sedangkan faktor kausalitas ambruknya perekonomian AS yang utama disebabkan oleh kredit macet senilai 2 trilyun dollar AS dalam dunia perbankan negara adikuasa ini. Menurut Paul Krugman, penyelesaian kebangkrutan di dunia perbankan harus lebih diutamakan. Dalam pengamatannya, sejumlah negara maju terlalu banyak mengguyurkan uang ke pasar sehingga terjadi disfungsi sistem keuangan yang sekarang tidak mampu memutarkan uang-uang itu ke sektor perekonomian. Inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi semakin lambat. Syukurlah dalam berita yang diturunkan oleh Kompas 25 Maret 2009, atas nasihat beberapa pengamat ekonom gedung putih, akhirnya Pemerintahan Barack Obama setuju untuk membeli sebagian asset bermasalah (taxic asset) yang bernilai kurang lebih 1 trilliun dollar AS. Pembelian asset ini merupakan langkah untuk menyelamatkan perekonomian AS. Ini berarti bahwa beban krisis yang dihadapi oleh perbankan dipindahkan ke pundak pemerintah hingga krisis meredah dan aliran keuangan perbankan kembali berjalan normal. Setelah itu pemerintah AS akan menjual seluruh aset tersebut secara perlahan-lahan untuk dikembalikan kepada pengelolanya.
Tetapi hingga saat ini tak ada satu pengamat ekonomi dari negara mana pun yang mempu memastikan kapan resesi ini berakhir. Obama sendiri merasa bahwa krisis besar yang sedang melanda dunia akan terus berkepanjangan sekalipun ia telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan politik bagi negara AS. Bahkan puncaknya diperkirakan mencuat tajam pada Mei hingga Juni 2009 karena semua tagihan akan jatuh tempo pada bulan-bulan tersebut. Hal inilah yang mendorong pertemuan negara-negara G-20 yang sebelumnya sempat digelar di London, Inggris dan berlanjut lagi di awal April 2009. Pertemuan ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan dalam merespons krisis keuangan global secara komprehensif. Hasil keputusan yang mulai nampak dalam media massa bahwa negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok G-20 sepakat untuk menambah sumber keuangan IMF menjadi 500 Dollar AS. Penyuntikan dana ini akan memberi kemampuan kepada IMF dalam mengatasi krisis dan menormalkan kembali pertumbuhan ekonomi dunia.
Rupanya kebijakan Obama belum membuat dirinya yakin untuk mengatasi krisis global ini sehingga harus dibarengi dengan penggabungan kekuatan negara-negara G-20. Padahal diawal pemilihanya, kebijakan seorang Obama dianggap kapela yang akan memberi pencerahan baru bagi depresi besar, baik di negara adikuasa yang sedang dipimpinnya maupun bagi negara lain yang sedang terkena dampak krisis itu. Bila dilihat kompetensi dirinya dan seluruh elemen gedung putih yang menyimpan manusia-manusia hebat, tak mungkin Obama memberikan kebijakan yang hanya menimbulkan impresi bagi kepemimpiannya baik dalam kacamata orang-orang Amerika maupun dunia secara global. Pasti ia sedang bekerja keras memikirkan kebijakan-kebijakan jitu untuk mengendalikan sistem keuangan AS. Buktinya ia menolak dengan tegas penggantian Dollar dengan Yuan menjadi alat tukar internasional. Menurut Obama bahwa ia tidak melihat kekurangan apapun pada mata uang Dollar AS dalam kancah ekonomi dunia. Malahan ia mengajak seluruh negara-negara maju untuk bergabung dan bergotong royong untuk mengatasi krisis ekonomi ini dalam KTT G-20 di London, Inggris April lalu. Dalam pertemuan ini telah dikeluarkan kebijakan-kebijakan kunci, diantaranya berkaitan dengan regulasi finansial, sistem pajak, stimulus fiskal, peningkatan dana IMF, perdagangan global, dan perbankan. Beberapa kebijakan tersebut diyakini mampu melepaskan dunia dari resesi raksasa ini. Mungkinkah dengan keluarnya beberapa keputusan ini akan mengurangi image AS sebagai negara adidaya dalam kacamata dunia? Walaupun seluruh negara di dunia masih terpaut pada kekuatan ekonomi negara super power ini, namun beberapa kesan ini yang bernada pesimis mulai nampak, diantaranya tingkat penukaran mata uang China di Bali semakin meningkat. Tentunya para pengusaha yang bisa menggunakan Dollar AS sebagai alat transaksi mulai merasa kuatir terhadap kerugian yang akan menimpa mereka bila benar mata uang Yuan akan menguasai dunia. Mungkinkah hal ini memberi tanda kemunculan China sebagai negara adikuasa yang akan mengganti peran AS?
Bila melihat profil Presiden Obama, tak mungkin rasanya status Amerika digantikan oleh negara China. Dari segi intelektual, Obama dikenal sebagai orang yang memiliki IQ antara 110-165 sehingga pria kelahiran Honolulu, Hawai 4 Agustus 1961 ini dengan gampang meraih predikat kelulusan Magna cum laude dari Harvard Law School. Bahkan ia pernah menjadi President of Harvard Law Review dan sempat mengajar di University of Chicago selama 10 tahun. Semua prestasi ini membuktikan bahwa kemampuan intelektual Obama tidak dapat diragukan lagi. Sehingga tak heran dalam waktu singkat ia bisa meraih simpati dunia. Banyak orang terkesima mendengarkan pidatonya dan terkagum melihat pesona kasrisma yang dimiliki presiden berkulit hitam ini.
Dari segi sosial, nampaknya Obama mampu membangun hubungan bilateral yang sempat terputus dengan beberapa negara di era pemerintahan Bush sehingga image kepemimpinan AS yang cendrung dinilai bersifat kapitalisme mulai berubah karena sifat bersahabat seorang Obama. Bahkan demo anti Amerika mulai berkurang akibat ditariknya pasukan AS yang sempat menggempur Iraq dan menyebabkan infrastruktur negara ini rusak parah. Sungguh nuansa politik sosok Obama terbilang hebat. Lihat saja sebelum pencalonan dirinya sebagai presiden, Obama pernah memimpin Projeck Vote Illinois pada April 1992 dan berhasil mendaftar 150.000 dari 400.000 orang Afrika-Amerika di negara bagian, sehingga Crain’s Chicago Business menempatkan Obama dalam daftar 40 Under Forty. Masih banyak karir yang diraihnya karena faktor sosial yang selalu menjadi perhatian Obama. Hasilnya sekarang, dalam umur yang masih mudah, ia mampu mencapai kursi penguasa nomor satu di negara adikuasa.
Namun tugas Obama tidak berhenti sampai di situ. Kini Obama sedang membuktikan kemampuan yang dimilikinya. Sekarang ia duduk pada posisi teratas dan memegang kekuasaan tertinggi. Keadaan ini memastikan dirinya memperoleh kesempatan yang tepat untuk memulai perubahan yang ia dengungkan semasa kempanye politiknya. Tetapi masalah awal yang ia temukan pada periode pertama kepemimpinannya merupakan Great Depression yang pernah dialami bangsa Amerika pada tahun 1942. Mengapa bukan masalah lain seperti yang terjadi dalam Pemerintahan Bush yang tidak disukai oleh beberapa negara? Memang masalah ini tak sama para pendahulunya. Obama kini berhadapan dengan situasi yang memaksanya untuk mengeluarkan kebijakan yang cermat. Bila ia terlalu banyak memperhatikan masalah utama yang terjadi di dunia perbankan AS maka akan terlalu lama ia menjawab kebutuhan rakyat AS yang kehilangan pekerjaan mulai Oktober 2008. Karena kebijakan ini, pastinya produktifitas dan andil masyarakat kepada negara akan berkurang, apalagi program pajak pemerintah yang menentukan oprasional negara dikurangi karena pertimbangan politik dan sosial masyarakat, memungkinkan depresi dalam berbagai sektor semakin meningkat.
Bila saja kepemimpinan Barack Obama tidak menjalin hubungan bilateral maka sulit untuk mengatasi krisis ekonomi dan menormalkan kembali perekonomian negara-negara yang masih lemah. Sudah jelas akan berlaku hukum rimba dalam hubungan internasional negara-negara. Tapi syukurlah dengan memperhatikan andil yang dilakukan oleh negara-negara G-20 terhadap IMF memberi titik terang dan kepedulian sosial antar sesama negara. Kirannya kerjasama ini terus berlanjut bukan saja untuk mengatasi krisis ekonomi, tetapi mencapai kemakmuran dan perdamaian yang selalu dijunjung tinggi oleh semua negara. (Parel).
Share this article :
 
Support : Creating Website | Parel's Blog | Parel T. J.
Copyright © 2011. Parel's Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Parel T. J.