(Sebuah Refleksi Tentang Kuasa Pengampunan)
Mengampuni memang bukan perkara mudah. Sifat ini terbilang sulit karena pengendalian diri cendrung digilas saat keakuan manusia memuncak tajam. Kehendak untuk membalas kerap memaksa egoisme diri memuaskan keinginannya. Tak tanggung-tanggung, ukurannya harus dinilai seimbang dengan kesalahan yang pernah dilakukan.
Namun sosok yang satu ini sedikit berbeda dengan beberapa kasus ”portal” yang sering menjadi incaran para kuli tinta di tanah air. Alasannya, kisah pertengkaran yang membludak di layar kaca dan media cetak ini berhasil mencuri sikap apatis dan sentilan tajam dari masyarakat. Tetapi lain dengan Yusuf, pemuda tampan yang pernah diberitakan oleh seorang jurnalis melalui salah satu media di dalam Perjanjian Lama. Kepribadiaannya yang tahan banting terhadap perlakuan kasar dan niat jahat saudara-saudaranya telah membentuk Yusuf menjadi seorang petarung sejati hingga menduduki jabatan terhormat dalam kerajaan Mesir.
Di awal kisahnya yang tak asing lagi bagi kita, Yusuf diberikan jubah yang maha indah oleh ayahnya, Yakub. Perlakukan Yakub seperti ini rupanya memancing kebencian dari saudara-saudaranya. Apalagi Yusuf menambah rasa dongkol itu dengan menceritakan mimpinya yang seolah-olah memojokkan dan menurunkan harga diri mereka. Akhirnya rasa kedegilan ini menimbulkan rencana pembunuhan terhadap si tukang mimpi itu. Tetapi Ruben, putra sulung Yakub sempat mencegah niat itu dan mengusulkan agar Yusuf dibuang ke dalam sumur kering, yang berjarak tidak jauh dari mereka. Namun usul itu tak digubris oleh saudara-saudaranya yang lain. Selang beberapa saat, mereka menjual Yusuf kepada para saudagar Ismael yang sedang menuju ke Mesir. Akhirnya Yusuf digiring ke sana dan menjadi budak Potifar.
Perlakuan saudara-saudaranya sungguh dipandang sebagai kekerasan psikologi maupun fisik oleh sebagian penafsir. Walaupun mimpi yang disampaikan Yusuf merupakan nubuat dari Tuhan mengenai masa depan keluarga dan nasib bangsa Kanaan, tetapi saudara-saudaranya sulit menerima penjelasan ilahi itu karena sifat iri hati masih menguasai jiwa mereka.
Akibat keegoisan saudara-saudarannya, Yusuf harus rela kehilangan kasih sayang dan berjuang sendiri demi kelangsungan hidupnya. Tetapi kepergian Yusuf ke Mesir justru merupakan rencana Tuhan. Di tanah Firaun ini, Tuhan mulai menggenapi nubuat yang Ia wahyukan dalam mimpi Yusuf. Walaupun membutuhkan waktu yang sangat panjang dan melewati proses yang menyakitkan, Yusuf tetap menghormati Allah. Ia tidak pernah mempersalahkan Allah karena kesengsaraan dan perlakuan kejam dari saudara-saudaranya. Ia tetap yakin bahwa Allah pasti memberkati masa depannya. Itulah sebabnya ia sangat gigih melawan dosa dan menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang memiliki intergritas. Meskipun ia sempat dijebak berkali-kali oleh perlakuan tak senonoh dari Isteri Potifar, Yusuf tetap membuktikan diri sebagai seorang Kanaan yang sangat menghormati Allah. Hingga ia kembali menginap di balik jeruji besi gara-gara tudingan palsu sang Isteri Potifar, Yusuf tetap mendapat kasih dan kemurahan Allah. Buktinya, kepala penjara menjadikannya seorang kepercayaan yang mengurus seluruh tahanan. Tak hanya itu saja, Tuhan memberi kepada Yusuf karunia untuk menafsirkan mimpi.
Kemampuan ilahi ini mulai terlihat sejak Yusuf menafsirkan mimpi kedua pelayan istana Firaun yang dijebloskan ke dalam penjara. Tafsiran mimpi yang diungkap oleh budak asal Kanaan ini, sangat tepat dengan kejadian yang menimpa kedua pelayan itu. Akhirnya bakat supranatural inilah yang menggiringnya menuju kursi terhormat dalam istana Firaun. Pasalnya, ia tercatat sebagai orang bijaksana diantara seluruh orang pintar dalam kerajaan Firaun. Ia mampu menafsirkan mimpi sang raja. Tanpa menunggu lama, Firaun langsung mengangkatnya menjadi penguasa seluruh Tanah Mesir dan memberi wewenang kepadanya untuk mengatur segala kekayaan dalam kerajaan Mesir. Dalam hitungan detik, mandadak saja aura sang budak Ibrani ini mulai berubah warna. Betapa tidak, hampir setiap hari ia mengelilingi seluruh Mesir dengan kereta kencana pemberian Raja Firaun untuk melakukan pengawasan dan pengumpulan bahan makanan guna menghadapi 7 tahun masa kelaparan yang disampaikan Tuhan dalam mimpi Firaun. Sejak masa kejayaannya, nubuat yang pernah diberikan Tuhan melalui mimpi Yusuf satu persatu mulai digenapi.
Di masa kejayaan Mesir, Yusuf meminta semua penduduk kota mengumpulkan makanan di lumbung kerajaan sebagai deposito untuk menghadapi masa kelaparan. Kebijakan yang dilakukan Yusuf sungguh membuktikan bahwa ia merupakan seorang manejer visioner yang melebihi Firaun. Boleh dikatakan bahwa ia adalah seorang pengamat ekonom yang tidak hanya melakukan analisis terhadap faktor-faktor ekonomi semata, tetapi ia mempu mengakurasikan krisis ekonomi global dengan kaca mata ilahi sehingga bencana yang akan menimpa penduduk Mesir dan Bangsa Kanaan nampak transparan dalam pandangan Yusuf. Kepekaannya dalam membaca tanda yang diberikan oleh Sang Khalik ini membuat Yusuf memiliki nilai khas lebih dari para ahli nujum yang biasa menjadi andalan Firaun. Tak ketinggalan, keahliannya sebagai seorang Master of Change (pengendali perubahan) sungguh menonjolkan kecakapan Yusuf dalam memelihara kejayaan Mesir dibanding pegawai kerajaan lainnya. Ia mampu memanajemeni perubahan yang dipastikan akan berdampak buruk bagi strata sosial dan ekonomi masyarakat Mesir dan sekitarnya. Itulah sebabnya ia mengantisipasi hal tersebut sebelum terjadi. Solusi yang dilakukan Yusuf membenarkan pendapat seorang CEO Microsoft yang bernama Bill Gates. Pengusaha ini mengatakan bahwa suka atau tidak suka, perubahan pasti terjadi. Oleh karena itu, jangan pernah menunggu perubahan memaksa kita untuk berubah, melainkan kita harus memanfaatkan perubahan. Hasilnya, seluruh orang menghormati Yusuf oleh karena kebijaksanaannya, walaupun ia pernah dijadikan budak dalam kekuasaan Potifar.
Inilah kasih karunia dan rahmat yang Tuhan nyatakan kepada orang yang selalu menghormati dan menghargai Dia. Tuhan mulai menunjukkan kebenaran tentang mimpi Yusuf dalam Kejadian 37:6,9. Tuhan telah memberitahukan bencana kelaparan yang akan menimpa keluarganya. Bahkan tak hanya itu saja, Tuhan juga memberitahukan bahwa Yusuf telah dipilih Tuhan untuk mengatasi bahaya kelaparan itu. Tetapi saudara-saudaranya, termasuk Yakub tidak bisa menerima arti mimpi itu karena budaya sulung yang melekat kuat dalam identitas mereka. Budaya ini sangat mengistimewakan atau menempatkan anak sulung pada posisi tertinggi setelah kedudukan sang ayah. Alasannya karena anak sulung menggambarkan kedudukan terhormat dalam keluarga. Ia merupakan lambang kegagahan ayahnya dan selalu mendapat warisan dua kali lipat lebih banyak dari anak-anak yang lain (Kej 49:3; Bil 21:17). Selain itu, ia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas ibu dan saudara-saudaranya pada waktu ayahnya meninggal. Buktinya terlihat pada waktu Ruben, putra yang paling sulung dari anak-anak Yakub mendengar bahwa Yusuf hendak dibunuh oleh saudara-saudaranya. Ruben berusaha menyelamatkan Yusuf dengan memberi saran agar adiknya ini jangan dibunuh tetapi dibuang ke salah satu sumur kering yang ada di dekat mereka. Ruben bermaksud untuk membawa Yusuf kembali ke rumah ayahnya karena ia harus bertanggung jawab kepada Yakub bila terjadi sesuatu pada Yusuf (Kej 37:21-22). Jadi tradisi ini juga yang membuat mereka sulit mengakui bahwa Yusuf akan menjadi pemimpin atas diri mereka sesuai dengan arti mimpi yang dicerna oleh Yakub (Kej 37:10). Mereka berpikir bahwa hak kepemimpinan itu seharusnya jatuh di tangan Ruben, bukan Yusuf.
Meskipun Yakub dan saudara-saudara Yusuf menolak kejadian itu dan melakukan kekerasan terhadap Yusuf, keputusan Tuhan tetap dilaksanakan. Ia telah memilih Yusuf sebagai perdana menteri di Mesir untuk membenarkan mimpinya bahwa seluruh berkas gandum saudara-saudarannya sujud menyembah kepada berkas gandum Yusuf, artinya Allah telah mengutus Yusuf berjalan mendahului keluarganya di Mesir untuk memelihara kehidupan mereka dari bahaya kelaparan (Kej 45:5). Bukan hanya itu saja, matahari, bulan, dan bintang sujud menyembah Yusuf. Artinya seluruh penduduk Mesir dan Kanaan dikuasai oleh Yusuf. Ia menjadi orang yang sangat dihormati karena kebijaksaannya. Dalam posisi yang seperti ini, Yusuf sangat berpotensi untuk membalas semua kesalahan saudara-saudaranya. Tetapi ia tidak melakukannya karena ia telah menyadari bahwa Allah menghendaki semua itu terjadi.
Sebaliknya, pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya sangat mengharukan. Apalagi ketika melihat Benyamin, Yusuf tak dapat menahan air matanya oleh karena kerinduan yang sangat mendalam kepada saudara kandungnya ini. Yusuf merasa bahwa ia tidak memiliki niat sedikitpun untuk membalas kekerasan saudara-saudaranya yang pernah menghancurkan kehidupan Yusuf di masa lalu. Malahan ia menjamin kehidupan keluarga mereka selama kelaparan melanda Mesir. Bahkan pengusa Mesir ini memberi Tanah Gosyen sebagai tempat kediaman mereka karena tanah ini sangat cocok dengan profesi mereka sebagai gembala. Selain itu, daerah ini juga luput dari tulah-tulah yang pernah menimpa Mesir pada waktu Bangsa Israel menjadi budak di sana (Kel 8:22; 9:26).
Kehidupan Yusuf yang berintegritas dan dikenal sebagai sosok seorang pengampun, memberi contoh bahwa kita harus mengampuni kesalahan yang pernah dilakukan orang lain terhadap kita. Bila sekarang merupakan masa raya paskah, dimana kita memperingati pengorbanan Yesus di kayu salib untuk menebus diri kita dari dosa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk membalas kesalahan yang pernah dilakukan kepada kita. (Parel)
Home »
» KISAH SEORANG BUDAK MENJADI PERDANA MENTERI MESIR