Oleh
Parel T. J.
Perayaan paskah mulai terlihat dalam berbagai liputan media. Bahkan sejumlah majalah dan tabloid rohani banyak membicarakan berbagai tema yang memiliki implikasi dengan hari yang satu ini. Tak ketinggalan pernak-pernik paskah yang biasa digunakan, laris terjual dan tampak menghiasi sejumlah acara gereja yang sangat suka dengan simbol-simbol paskah. Syukurlah bila simbol-simbol itu selalu menyadarkan kita akan makna paskah dan bukan sebagai sebuah tradisi belaka. Tujuan paskah yang sesungguhnya pertama kali dipaparkan dalam Perjanjian Lama namun dinyatakan serta disempurnakan kembali dalam Perjanjian Baru melalui penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Banyak Teolog yang mengatakan bahwa darah penebusan yang digunakan dalam Perjanjian Lama hanya sebagai sebuah grafirat yang memperdamaikan manusia dengan Allah tetapi darah itu tidak dapat membawa manusia mencapai atau bersatu hadirat Allah. Buktinya Allah masih memberikan Kristus, sebagai Anak Domba Allah untuk menebus dengan sempurna dan pekerjaan penebusan itu hanya dilakukan sekali untuk selama-lamanya, sedangkan dalam Perjanjian Lama, penebusan dengan darah binatang yang ditentukan oleh Tuhan sendiri biasa dilakukan berulang kali. Jadi tafsiran seperti ini kerap terdengar dan diungkap dengan maksud untuk membandingkan kedua jenis penebusan ini. Tetapi pembahasan kali ini tidak mengungkap sejarah paskah yang pernah terjadi di alam Perjanjian Lama. Namun mungkin akan dihubungkan bila memiliki korelasi sehingga memperjelas tafsiran kita terhadap topik yang sedang dibahas saat ini.
Kebenaran yang terkandung dalam Teologi Paskah menurut Perjanjian Baru selalu berkisar mengenai penebusan dosa dan pembebasan seorang terpidana dari hukuman. Salah satunya disinggung dalam Injil Yohanes 1:29, ”Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ’Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia.’” Keseluruhan Injil Yohanes memang berbicara dan menyatakan bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia untuk melakukan misi penebusan. Ia datang untuk melepaskan manusia dari hukuman dengan cara memberikan diri-Nya sebagai korban suci untuk mengganti manusia yang seharusnya dihukum. Dalam ayat di atas telah disebutkan bahwa Yesus Kristus datang untuk menghapus dosa. Kata menghapus berasal dari kata ario yang didahului dengan artikel ho. Secara literal kata ini mengandung dua arti, yaitu: Menanggung dan Menyingkirkan. Jadi Yesus datang untuk menanggung hukuman karena dosa manusia, sehingga dosa itu dihapus oleh Allah dan manusiapun tersingkir/terlepas/terbebas dari hukuman. Penebusan yang dilakukan Yesus merupakan pekerjaan satu kali yang tidak akan pernah diulang lagi karena pekerjaan itu sempurna (Perfect). Pekerjaan itu hanya dilakukan satu kali untuk selama-lamanya. Inilah perbedaan penebusan dalam Perjanjian Baru dengan penebusan dalam Perjanjian Lama. Sehingga penebusan dengan cara mengorbankan domba atau binatang lain seperti di Perjanjian Lama tidak dilakukan lagi semenjak Yesus Kristus mengorbankan dirinya, menjadi tebusan yang sempurna. Inilah sebabnya mengapa Allah harus mengambil rupa manusia untuk menebus manusia dari dosanya? Mengapa Allah tidak menghapus dosa manusia saja karena pada diri-Nya terdapat otoritas tertinggi? Mengapa Ia harus menjadi manusia? Alasannya bahwa Ia telah menetapkan bahwa penebusan harus ditanggung oleh seorang yang terbukti melakukan kesalahan. Tetapi karena manusia sendiri berdosa maka penebusan yang dilakukannya pun tidak sempurna. Dengan kata lain, manusia yang berdosa tidak lagi dapat menebus kesalahannya karena ia sendiri keturunan orang berdosa. Karena alasan ini, maka dalam Perjanjian Lama senantiasa tersirat bahwa korban yang dipakai untuk menebus sebuah pelanggaran selalu menggunakan binatang yang ditetapkan oleh Allah dan binatang tersebut haruslah suci, tak bercacat seperti ketetapan yang disebutkan dalam beberapa kasus (Bilangan 28:3; Im 4:3,32). Jadi karena tidak ada seorang yang layak melakukan tugas penebusan itu, maka Allah menggunakan diri-Nya sendiri karena Ia suci dan layak melakukan penebusan atas diri manusia. Itulah sebabnya Anak Domba Allah, yaitu Yesus sendiri tidak berasal dari keturunan Adam, Ia suci adanya. Inilah kebenaran yang mempertegas mengapa Yesus hurus menjadi manusia melalui perkerjaan Roh Kudus (Mat 1:18)? Agar Ia dapat melakukan penebusan dengan sempurna karena di dalam diri-Nya tidak terdapat benih dosa. Istilah yang biasa digunakan oleh beberapa pelayan Tuhan saat berkhotbah ialah bahwa Ia hanya ”meminjam” kandungan manusia untuk melahirkan diri-Nya. Bagaimana hal itu terjadi? Inilah pekerjaan supranatural yang pernah dilakukan Allah. Baginya tidak ada yang mustahil. Lihatlah, Ia dapat menjadikan Hawa tanpa seorang perempuan di sisi Adam. Artinya Ia dapat bertindak menurut kehendak-Nya tanpa proses pembuahan seperti diterangkan dalam ilmu medis menurut logika manusia. Tindakan-Nya sungguh melebihi rasio dan cara berpikir manusia karena Dia adalah Allah Yang Maha Besar. Menambah penjelasan ini, Louis Berkhof menerangkan pula bahwa bila Allah Yesus Kristus datang dengan eksistensi-Nya sebagai Roh saja maka Ia tidak akan mati karena eksitensi (tubuh) korban penghapus dosa tidak terdapat dalam diri-Nya. Sementara upah dosa adalah maut maka Allah harus menanggung resiko ini bukan dengan eksistensi-Nya sebagai Roh, tetapi tubuh. Jadi bila Ia menyelamatkan manusia tanpa eksistensi manusia maka tidak akan ada kematian dan dosa manusia pun tidak akan terhapus. Sebaliknya, bila Yesus Kristus datang hanya dengan eksistensi atau tubuh manusia, maka penyelamatan terhadap jiwa tidak akan terlaksana karena tindakan penyelamatan manusia dari hukuman maut hanya bisa dilakukan oleh Yesus Kristus yang adalah Allah sendiri. Itulah sebabnya Yesus Kristus disebut Allah-manusia untuk menjalankan kedua ketetapan Allah, yaitu menanggung hukuman karena dosa manusia dan menyelamatkan manusia untuk memperoleh hidup yang kekal.
Jadi inilah makna paskah yang sesungguhnya, bahwa ternyata kasih Allah terhadap manusia tidak dapat diukur dengan pembanding apapun. Ia bertindak menurut kehendak dan kedaulatan-Nya untuk menyelamatkan manusia. Tanpa tindakan Allah, manusia tidak akan sampai kepada-Nya; manusia akan tetap menyandang status terpidana mati sampai selama-lamanya. Tetapi syukurlah, Allah masih mengingat ciptaan yang dijadikan-Nya pada hari keenam ini dan mengambil rupa manusia untuk menyelamatkannya.
Boleh saja kita menghiasi dan merayakan paskah dengan pesta dan rasa ucapan syukur karena kita telah diselamatkan oleh Allah. Tetapi seharusnya kita tidak lupa membagikan kasih itu kepada orang yang belum menerimanya. Banyak orang yang mempersoalkan apa yang harus dilakukan di hari paskah. Ada yang melarang orang berpesta atau melakukan rekreasi karena alasan hari perkabungan mengingat pengorbanan Yesus di kayu salib dan hanya boleh melakukan hal itu bila hari kebangkinan telah tiba. Namun ada juga kelompok yang melakukan pesta dan ibadah syukur di tempat rekreasi karena mengingat akan kelepasan manusia dari hukuman atas dosanya. Kedua ciri ini selalu menjadi polemik dalam gereja, bahkan tak jarang menimbulkan gap di antara anggota jemaat. Inikah arti paskah yang sesungguhnya? Haruskah paskah dirayakan dengan pesta atau dihiasi dengan perkabungan? Meyakini sesuatu di dalam hati dan menganggapnya sebagai sebuah agama memang harus diaplikasikan/dinyatakan dalam prilaku. Tetapi masalahnya banyak perilaku yang menyimpang dari perintah esensial sebuah agama. Perilaku itu tidak sepatutnya dilakukan karena ia tidak diperintahkan tetapi justru memicu terjadinya konflik. Namun karena dianggap tidak bertentangan dan memberi rasa nyaman dalam hati nurani maka lama-kelamaan menjadi sebuah tradisi yang membudaya dan sangat sulit dihilangkan. Coba perhatikan, sewaktu petri-putri Yerusalem menangisi Yesus dikala ia tersiksa di sepanjang jalan menuju tempat penyaliban orang romawi, apa yang Yesus katakan: ”Hai putri-putri Yerusalem, jangan kamu menangisi Aku, melainkan tangisi dirimu sendiri dan anak-anakmu.” (Luk 23:28). Bagi seluruh orang yang mengidolakan Yesus pada waktu itu, penyiksaan terhadap Yesus merupakan sebuah hari perkabungan. Sang Pemimpin yang mereka andalkan untuk membebaskan mereka dari tekanan dan jajahan bangsa Romawi, akhirnya dihakimi dan dijatuhi hukuman mati, sungguh menyedihkan. Tetapi malahan Yesus menyuru mereka berhenti meratapi Dia, sebaliknya Ia menyuru para putri Yerusalem ini menangisi diri sendiri dan anak-anak mereka. Adakah indikasi hari perkabungan dalam perkataan Yesus mengenai hal ini? Merayakan pesta pun tidak diperintahkan Yesus. Namun salahkah bila kita melakukannya dengan hati yang tertuju kepada Allah? Bila tidak salah mengapa harus ada pertentangan dalam menyingkapi hari raya paskah?
Jadi sesungguhnya pesan yang hendak Allah sampaikan lewat paskah ialah setiap umat Tuhan harus selalu memperingati kematian Yesus dan mendorong mereka untuk menyuarakan kebenaran kepada orang yang belum mengenalnya. Melalui paskah Allah ingin agar kita semakin giat melayani Dia dalam pemberitaan Injil dengan memproklamasikan bahwa kematian Kristus sebagai tebusan atas hidup manusia agar semua manusia yang percaya kepada-Nya beroleh kehidupan yang kekal. Inilah berita yang harus menjadi tema utama dalam merayakan paskah. Selamat hari paskah, Tuhan Yesus memberkati.
Home »
» PERAYAAN PASKAH: SEBUAH TRADISI ATAU PERINGATAN