Home » » AWAS BUDAYA PORNOGRAFI

AWAS BUDAYA PORNOGRAFI

Written By Parel T. J. on 13 January 2009 | 18:57

Oleh
Parel T. J.

Kabar tak sedap tentang Rancangan Undang-Undang pornografi tiba-tiba terkuak kembali di awal November tahun lalu. Pasalnya, tuntutan yang memaksa DPR membuat dan mengesahkan RUU Pornagrafi dan Pornoaksi terus menuai kontroversi seperti yang diungkap oleh Eva Kusuma Sundari, Anggota Pansus UU Pornografi dari Fraksi PDI-P dalam Tabloid Reformata Oktober 2008. Eva menilai bahwa RUU itu mengandung banyak pasal dan ayat yang masih kontroversi dengan banyak hal. Rupanya tak semua kalangan bisa menerima rancangan aturan yang dicetuskan menurut voting suara terbanyak. Seolah-olah budaya majemuk yang terkandung dalam NKRI, sepertinya akan digilas sebagiannya oleh RUU yang baru ini.
Tak lama setelah diluncurkan RUU itu, aksi protes yang dilancarkan oleh Pemerintah Daerah Bali kala itu terus berdesir kuat. Pemerintah setempat mengirim surat kepada Dewan yang setuju dengan peresmian RUU ini bahwa undang-undang itu tidak sesuai dengan konteks budaya lokal yang sementara ini banyak dimasuki oleh para wisatawan asing yang datang dari berbagai negara.
Tak hanya itu saja, Anggota DPRD Sulawesi Utara yang membawa nama masyarakat juga turut angkat bicara, menolak pengesahaan RUU-P ini. Mereka menilai bahwa RUU Pornografi tidak merangkul aspirasi daerah. ”Sejauh ini RUU Pornografi tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang plural sehingga harus ditolak untuk diundangkan," kata Wakil Ketua DPRD Arthur Kotambunan. Ia juga memberi komentar bahwa Provinsi Sulut merupakan daerah yang sangat menghargai kebebasan dengan menjunjung tinggi norma agama dan budaya setempat sehingga tidak perlu diatur lagi dalam UU. RUU Pornografi hanya merupakan alat bagi kepentingan kelompok tertentu untuk memecah belah persatuan yang sudah terbentuk sejak kemerdekaan Indonesia melalui Pancasila dan UUD 1945. Indonesia masih memiliki banyak produk hukum lain yang mengatur tentang pornografi dan pornoaksi, seperti KUHP maupun UU lainnya," tandas Ketua DPW Partai Damai Sejahtera (PDS) Sulut itu.
Sejalan dengan itu pula, dikabarkan bahwa penolakan terhadap RUU Pornografi sudah merupakan keputusan kelembagaan DPRD, karena 44 dari 45 wakil rakyat Sulut sudah menandatangani surat penolakan tersebut untuk disampaikan kepada Panitia Kerja (Panja) DPR RI. Penolakan ini terus berlanjut dengan berbagai aksi demonstrasi yang digelar dengan beberapa alasan yang serupa.
Sementara itu, di berbagai kota provinsi yang sedang berkembang, kebiasaan menerima dan meniru model-model baru yang cenderung dianggap sebagai bagian dari pandangan ideologi terbuka semakin menjadi-jadi. Malahan cara dan gaya hidup yang selama ini menjadi identitas kita telah dianggap kuno dan kurang relevan dengan tren yang bukan milik bangsa kita. Akhirnya pengaruh globalisasi yang terus berubah-ubah seperti ini semakin mengoyak dan mengubah identitas bangsa. Sehingga tak dapat dibendung lagi, degradasi akhlak dan moral semakin meningkat tajam, merusak generasi yang menjadi andalan bangsa.
Keadaan semacam inilah yang sungguh memprihatinkan bagi sebagian pihak dan memberi peluang besar untuk pemerintah memikirkan kembali pengesahan rancangan undang-undang pornografi dan pornoaksi ini.
Namun tak dapat disangkal bahwa benturan berbagai perspektif terus menambah kompleksitas dalam memikirkan dan membangun kembali apa yang telah dihancurkan.
Inilah kerumitan dalam menjaga sebuah identitas diri. Orang yang memelihara identitas dirinya selalu dianggap ketinggalan zaman, tetapi orang yang berani mengubahnya selalu berada dalam bahaya. Meniru dan mengenakan budaya baru memang dianggap baik bila menghasilkan potret diri yang semakin unggul. Namun menggunakan label budaya baru yang justru menghapus ciri Indonesia sebagai masyarakat yang hidup di bawah naungan Pancasila merupakan warna yang harus ditolak dengan tegas.
Maka dari itu, seharusnya kita membenahi diri dan menjadi pribadi yang kritis dan selektif dalam memantau segala penetrasi budaya baru yang sedang membawa perubahan bagi kita. Tanamkan disiplin dan cita rasa yang tinggi terhadap identitas kita sebagai bangsa yang bermoral. Mari kita menjaga perkembangan generasi bangsa yang cukup rentan terhadap pengaruh buruk yang disebabkan oleh pancaran globalisasi budaya. Sehingga bangsa dan negara kita mampu menunjukkan integritasnya sebagai negara yang beragama.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Parel's Blog | Parel T. J.
Copyright © 2011. Parel's Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Parel T. J.