Home » » KEBEBASAN DALAM MENENTUKAN FOKUS PELAYANAN

KEBEBASAN DALAM MENENTUKAN FOKUS PELAYANAN

Written By Parel T. J. on 01 September 2008 | 19:06

Oleh
Parel T. J.

Kenyataan hidup yang kita alami kadang kala sering membuat kita berkata, “Benarkah Yesus datang untuk memberi jaminan bagi keselamatan jiwa yang membuat kita menikmati kelimpahan?” Banyak perspektif yang terpola bahwa kehadiran Yesus dalam kehidupan seseorang hanya membawa keselamatan jiwa baginya sehingga pada awal pertemuannya dengan Sang Juruselamat, hidupnya terasa baru. Seolah-olah segala sesuatu ingin ditanggalkan. Bahkan, keputusan itu diwujudnyatakan dalam sebuah komitmen untuk menjadi pelayan Kristus dengan membentuk diri melalui sekolah-sekolah Alkitab dengan tujuan menggapai istilah yang biasa dikenal dengan sebutan “hamba Tuhan”. Biasanya, perasaan mereka yang baru merasakan kasih seperti itu bagaikan insan yang sedang dilanda asmara ketika mendapat belahan hatinya. Mungkin itulah yang dimaksudkan oleh Rasul Yohanes dengan istilah ”kasih yang mula-mula”, yang diungkapkan Allah bagi jemaat Efesus (Why. 2:4).
Perhatikan bahwa Jemaat Efesus dikenal sebagai jemaat yang cukup lama mengenal kebenaran dan seharusnya mereka semakin bertumbuh dalam Tuhan. Namun, Paulus menegur mereka karena kehidupan mereka tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah (Ef. 4:17). Padahal, dalam pasal pertama dari surat Efesus, Paulus sangat memuji iman mereka. Bahkan, ia kagum dengan kasih mereka yang begitu nyata bagi semua orang. Jadi, mengapa Allah berkata bahwa mereka telah meninggalkan kasih yang mula-mula sebagaimana tercatat wahyu yang diterima Yohanes di Pulau Patmos? Bukankah itu memberikan gambaran bahwa kasih itu telah menjadi dingin. Itukah potret gereja yang sesungguhnya? Apakah hal itu juga terjadi dengan para pelayan Tuhan pada hari ini?
Dalam catatan sejarah, tidak sedikit hamba-hamba Tuhan yang sangat antusias melayani dan rela berkorban demi pelayanan, perlahan-lahan mengalami kemunduran dan semakin kehilangan fokus pelayanan. Mereka yang dahulunya sungguh bergairah dan memiliki ”komitmen tinggi” untuk menyerahkan diri bagi pelayanan, telah tergiur oleh keindahan yang lebih manis daripada panggilan ilahi. Rupanya, daya tarik yang memengaruhi mata mereka ternyata lebih kuat daripada ikrar yang dahulu tercetus melalui kebaktian kebangunan rohani, grup sel, atau ibadah lainnya.
Akhirnya, fokus pelayanan yang dirancang dan diformat sekian lama melalui lembaga pendidikan teologi itu telah mengalami turbulens dan menemukan sebuah arah baru yang dihiasi dengan pernak-pernik dan desain ruangan yang mewah serta kursi empuk yang selalu temani dengan sekelompok pejabat yang setiap bulan berkumpul untuk membahas kepentingan orang banyak. Jadi, apakah sebenarnya tujuan seseorang mempelajari teologi Kristen yang dibentuk secara khusus bagi pengembangan pelayanan gereja? Mengapa tidak belajar ilmu lain untuk mempersiapkan diri menggapai cita-cita yang sekarang dikejar oleh banyak orang?
Memang tidak dapat terelakkan bila ada yang berkata bahwa keberalihan itu merupakan panggilan pelayanan yang harus segera dijawab demi kepentingan orang banyak, organisasi, dan kekuatan gereja secara yuridis. Bila kita ingin berperkara, tentu tidak ada hakim di dunia ini yang mengetahui motif dan panggilan semacam itu. Hanya Allah yang bisa menyelidiki dan mengadili atas semua perkara seperti ini.
Akhirnya, efek dari pelayanan yang selalu dibungkus dengan bias panggilan ilahi itu tidak sedikit menghancurkan pelayanan gereja di mana-mana. Bahkan, jemaat mulai kehilangan patron seorang pemimpin sehingga sebagian besar dari mereka turut tersedot oleh oknum yang seolah-olah peduli kepadanya. Akhirnya, keadaan seperti itu memupuk tumbuhnya ajaran sesat dan turut meneguhkan apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 20:18, ”Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.”
Satu hal yang perlu diasumsikan bahwa bila itu merupakan panggilan, seharusnya tidak menyebabkan kevakuman dalam kepemimpinan gereja, dan tentunya akan membuat pelayanan gereja semakin maju. Namun, siapa pun tidak bisa memberikan komentar dan berhak membantah keputusan yang seperti itu.
Memang dalam era kemerdekaan ini, kita semua dinyatakan bebas mengeluarkan pendapat, serta berhak memilih dan dipilih untuk sebuah kedudukan yang bertujuan untuk membela kepentingan bangsa dan negara. Namun, pilihan itu haruslah bertanggung jawab sehingga tidak membiarkan gereja telantar tanpa kepemimpinan yang solid.
Itulah sebabnya, pada saat memberi kuliah kepemimpinan, Pdt. Dr. Yakob Tomatala, mengatakan bahwa bila ada pekerja yang kurang memerhatikan pelayanan karena sibuk dengan tugas lain, seharusnya pekerja tersebut membuat surat pengunduran diri dan melanjutkan pekerjaan baru yang diinginkannya. Namun, bila pekerja tersebut tidak berhasil melewati verifikasi, alias gagal menggapai pekerjaan yang disebut sebagai panggilan itu dan ingin mendaftar kembali sebagai pekerja untuk melayani dalam kelembagaan gereja, ia harus membuat surat lamaran dan dianggap sebagai pekerja baru. Itu berarti ia harus siap ditempatkan di mana pun sesuai dengan keputusan yang berlaku.
Oleh karena itu, waspadalah sebelum hal itu terjadi. Kita pun perlu mengintrospeksi diri untuk menentukan pilihan yang sesuai dengan keinginan hati Allah. Allah pasti tidak akan menelantarkan gerejanya, sebagaimana yang dikatakan Yesus dalam Yohanes 10:10, ”Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Bagian itu juga menjelaskan bahwa tujuan misi Yesus Kristus bukan hanya berhubungan dengan keselamatan kekal, melainkan juga disertai dengan kelimpahan. Jadi, untuk mewujudkan kelimpahan itu, kebanyakan orang membuat pilihan yang akhirnya menelantarkan gereja.
Kiranya pilihan yang kita buat saat ini tidak mengabaikan pelayanan Tuhan demi sebuah kelimpahan, tetapi semakin terfokus untuk menggapai tujuan yang diinginkan Allah.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Parel's Blog | Parel T. J.
Copyright © 2011. Parel's Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Parel T. J.