Oleh
Parel T.J.
Perubahan Tak Dapat Dihambat
Kecendrungan berdiam diri dan hidup dalam sirkulasi yang statis memang memiliki kenikmatan tersendiri. Namun, etos bekerja keras dan mempersiapkan sebuah terobosan baru jarang menjadi hobi yang diminati. Terkadang mengeluarkan tetesan keringat dan memutar otak sebagai langkah antisipatif demi menjaga eksistensi diri sering dipikir sebagai tindakan yang sia-sia. Padahal, semua itu harus dilakukan karena perubahan zaman terus terjadi dan sudah pasti megatrend seperti itu tidak dapat dibendung lagi. Hal itu bagaikan putaran bumi yang tak kunjung berhenti dan memaksa setiap orang mengikuti putarannya. Namun, di antara mereka yang berdiri di atasnya tetap saja ada yang terhampas dan diseret karena pertahanan idealisme kabur dan budaya malas yang masih bercokol kuat. Itulah sebuah kebodohan serius yang tak henti-hentinya diperangi oleh mereka yang menyadari sakitnya gilasan dari sebuah perubahan.
Dengan sekejap, bombardir berbagai statement membanjiri media massa. Desiran perubahan terus meluap dan membuka mata untuk melihat gilasan perubahan yang berbahaya itu. Bill Gates, seorang CEO Microsoft, mengatakan bahwa berubah atau diubah bukan pilihan, perubahan harus dimanfaatkan untuk diterima daripada menunggu perubahan memanfaatkan kita. Latar berlakang munculnya perspektif itu ditandai dengan empat megatrend yang berubah, yaitu meluasnya informasi, dunia hiburan yang meledak dengan segala macam variasinya, produk dan brand ditawarkan secara variatif, serta alat teknologi semakin canggih dan dijangkau dengan harga murah. Tentu saja Bill Gates sangat mengharapkan respons positif untuk menanggapi masalah global itu. Oleh sebab itu, seruan yang berbunyi, ”Berubahlah. Bila tidak, perubahan itu akan memaksa kita untuk berubah,” terus menggelegar karena idealisme hidup telah dipacu untuk berubah.
Demikian juga dengan Alan Deutscman, dalam bukunya yang berjudul Change or Die, ia mengungkapkan bahwa orang yang teguh dan berani mengambil risiko untuk berubah itulah yang akan mendapatkan kesuksesan. Namun, perjuangan agar tetap eksis dalam situasi yang dinamis tidaklah mudah. William M. Boast, seorang penulis buku yang berjudul Master of Change, mengakui juga bahwa dalam perubahan tidak ada metode yang dapat secara konsisten membantu kita menguasai dinamika perubahan.
Perubahan dalam dunia yang terjadi secara konstan telah meniadakan formula-formula yang telah dicoba dan terbukti benar. Mengapa demikian? Karena keadaan tidak seluruhnya dapat diprediksi oleh akal manusia. Jadi, bagaimana kita dapat mengatakan siapa yang berhasil dalam masa-masa dinamis seperti ini?
Itulah yang dijawab oleh firman Tuhan dalam Yeremia 29:11, ”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Jadi, Tuhan telah menjanjikan keberhasilan dalam menghadapi perubahan. Namun, itu bukan berarti manusia yang diberi kemampuan justru berhenti mempersiapkan diri untuk menjawab dinamika perubahan itu.
Tulisan Rasul Paulus dalam surat Roma 12:2 memberi penekanan tentang pentingnya pembaruan budi sehingga manusia dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Pembaruan budi sesungguhnya menyangkut pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang menolong kita untuk membaca perubahan yang terjadi seturut dengan rencana Allah. Sekarang siapkah kita, sebagai pelayan Tuhan, berhadapan dengan tanda-tanda zaman dan menempatkan diri dengan nilai jual atau kualitas yang tinggi?
Apa yang Harus dan Tidak Harus Diubah
Bila ditelusuri kembali, banyak perubahan yang sifatnya multidimensi sedang dialami dalam berbagai lini. Dinamika keadaan semacam itu sesungguhnya tidak boleh membuat kekristenan berubah secara doktrinal. Oleh sebab itu, perubahan paradigma itu harus selaras dengan kehendak Allah, sebagaimana tujuan perubahan yang dimaksudkan dalam Roma 12:2. Namun, mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan SDM, itu harus senantiasa ditingkatkan dalam dimensi yang kontekstual sebagai langkah antisipatif untuk menghadapi perubahan.
Jadi, pengembangan SDM sesungguhnya berpusat pada hati yang merupakan akar dari seluruh arah kehidupan manusia (Ams. 4:23). Hati yang siap dibentuk oleh Allah dan waspada terhadap pengaruh buruk dari dinamika perubahan akan melahirkan pancaran kehidupan bagi orang yang ada di sekitarnya. Kondisi hati seperti itu akan membentuk mindset yang selaras dengan kehendak Allah. Bila demikian halnya, kita akan menyadari bahwa hidup di dunia ini menyangkut banyak sisi, seperti yang dicatat dalam 2 Petrus 1:5-7, ”Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambah kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.” Perintah itu sesungguhnya berhubungan dengan iman, pengetahuan, dan keterampilan yang digunakan untuk memberi terobosan baru dalam sebuah dinamika perubahan untuk menyentuh semua sisi kehidupan sebagai wujud kasih kepada sesama.
Simpulan
Perubahan merupakan situasi yang biasa, tetapi tidak dapat diprediksi. Walaupun banyak metode yang digunakan untuk menemukan potret sebuah perubahan pada masa yang akan datang, tetapi tetap saja prediksi itu tidak bisa dijelaskan secara akurat. Semua itu hanya bersifat ramalan tentatif yang bisa benar dan bisa salah. Lain halnya dengan nubuat yang berasal dari Allah, pasti terjadi karena Ia adalah Pengendali dunia ini dan Ia menyingkapkan kejadian atau perubahan yang akan terjadi kepada hamba yang dipilih-Nya. Namun, tetap ada masalah serius dengan kasus semacam itu karena kebanyakan orang yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang sifatnya matematis cendrung menolak ramalan seperti itu.
Jadi, perubahan pasti terjadi dan dalam perubahan kita pasti memperoleh peluang untuk maju, bahkan tampil unggul bila ditunjang dengan persiapan dan metode yang akurat. Oleh sebab itu, teruslah belajar mengembangkan diri dalam berbagai hal untuk menjadi Master of Change. Sebaliknya, bila perubahan tidak ditanggapi secara serius, perubahn itu akan membawa risiko dan gilasan yang mematikan. Selamat memasuki dunia perubahan.
Home »
» GILASAN SEBUAH PERUBAHAN